Percikan Pemikiran Ketatanegaraan Indonesia Pasca Reformasi
Buku ini merupakan renungan mengenai ketatanegaraan pasca reformasi. Demokrasi konstitusional merupakan paradigma yang dibangun oleh konstitusi yang menempatkan hukum sebagai panglima, sebagai penuntun penerapan kedaulatan rakyat. Penegasan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa: “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, dan dikuatkan oleh Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 merupakan paradigma negara hukum yang demokratis. Penegasan ini menunjukkan bahwa demokrasi sebagai paradigma tidak berdiri sendiri, tetapi paradigma demokrasi yang dibangun harus dikawal bahkan harus didasarkan pada nilai hukum, sehingga produk demokrasi dapat dikontrol secara normatif oleh paradigma hukum. Hal ini berarti paradigma demokrasi berbanding lurus dengan paradigma hukum dan inilah paradigma negara demokrasi berdasar atas hukum atau negara hukum yang demokratis. Paradigma ini berimplikasi pada kelembagaan negara, model kekuasaan negara, prinsip pemisahan kekuasaan dan checks and balances, serta kontrol normatif yang pelaksanaannya dilakukan oleh lembaga peradilan.
Buku ini merupakan renungan mengenai ketatanegaraan pasca reformasi. Demokrasi konstitusional merupakan paradigma yang dibangun oleh konstitusi yang menempatkan hukum sebagai panglima, sebagai penuntun penerapan kedaulatan rakyat. Penegasan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa: “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, dan dikuatkan oleh Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 merupakan paradigma negara hukum yang demokratis. Penegasan ini menunjukkan bahwa demokrasi sebagai paradigma tidak berdiri sendiri, tetapi paradigma demokrasi yang dibangun harus dikawal bahkan harus
didasarkan pada nilai hukum, sehingga produk demokrasi dapat dikontrol secara
normatif oleh paradigma hukum. Hal ini berarti paradigma demokrasi berbanding
lurus dengan paradigma hukum dan inilah paradigma negara demokrasi berdasar atas
hukum atau negara hukum yang demokratis. Paradigma ini berimplikasi pada
kelembagaan negara, model kekuasaan negara, prinsip pemisahan kekuasaan dan checks
and balances, serta kontrol normatif yang pelaksanaannya dilakukan oleh lembaga
peradilan. Oleh karena itu paradigma tersebut mengubah paradigma supremasi Terhadap
kondisi hukum saat ini, muncul pemikiran-pemikiran baru dari para cendekiawan
hukum yang meneropong segala aspek hukum sebagai satu kesatuan ilmu
pengetahuan. Hukum baik dari sisi normatif maupun praktis meliputi segala aspek
kehidupan, tetapi hanya salah satu sarana untuk membentuk jagat ketertiban. Oleh
karena itu hukum harus didekati dari semua aspek kehidupan agar bersifat visioner dan
beroperasi bersama dengan bidang-bidang yang lain. Dalam paradigma hukum, maka
(1) hukum adalah untuk manusia, (2) menolak untuk mempertahankan status quo dalam
berhukum; dan (3) memberikan perhatian besar terhadap peranan perilaku manusia
dalam hukum. Dengan kata lain dikatakan bahwa secara sederhana hukum progresif
merupakan hukum yang berupaya melakukan pembebasan, baik dalam cara berpikir
maupun bertindak dalam hukum, sehingga mampu membiarkan hukum itu mengalir
saja untuk menuntaskan tugasnya mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan.
Konsekuensi logisnya, hukum akan selalu mengalami perubahan baik secara
evolusioner maupun revolusioner. Dengan sendirinya pembacaan dan pemaknaan
terhadap aturan hukum yang tertulis juga harus selalu mengalami perubahan dengan
acuan pada nilai dan moral yang lebih tinggi.